Saya mengajak pembaca melihat hubungan perbedaan cara ibadah jamaah masjid dari sudut moderasi beragama di salah satu lingkungan rumah ibadah. Saya mengambil contoh pelaksanan ibadah di masjid berada di lingkungan tempat tinggal saya. Awalnya di lingkungan dekat rumah saya tidak ada rumah ibadah. Hanya saja suatu hari secara tidak disangka ada warga yang dermawan menyampaikan niatnya memenawarkan kepada saya bagaimana kalau saya mendirikan musholla di sini katanya, biarlah saya yang menyiapkan tanah dan bangunannya, biar kita dan warga tidak jauh sholat berjamaah. Tawaran bapak tersebut saya jawab dengan spontan senang hati setuju dan menerimanya, karena saya katakan kita warga di sini umumnya orang-orang baru, belum punya kemampuan mendirikan rumah ibadah. Akhirnya setelah dibangun musholla diserahkanlah kepada warga. Lalu warga membentuk pengurus musholla. Atas usul salah satu warga oleh bapak Khairuddin Toyon (alm) , beliau katakan karena kita punya di gading ini dua rumah ibadah, satu namanya Ar-Rahim, maka musholla ini diberi nama Ar-Rahman, dan akhirnya usul nama musholla dapat disepakati oleh warga. Setelah puluhan tahun berstatus musholla, dan seiring perkembangan warga, maka mushollah dirubah status menjadi masjid Ar-Rahman. Ketua Pengurus Masjid Ar-Rahman dikomandani bapak Prof. Dr. Zulkifli Rusybi.MESy. Sekarang periode kedua bapak Prof. Zulkifli sebagai ketua. Berkah kegigihan pengurus dan jajarannya tadinya bangunan musholla dijadikan masjid dan telah direnovasi beberapa kali hingga menjadikan fisik masjid sangat indah, dan jamaah betah beribadah di masjid.
Ceramah agama diadakan dua kali seminggu, tahsin al-Qur’an bagi ibu dan pemuda remaja masjid diadakan, majelis taklim begitu aktip setiap sore jum’at. Jum’at berkah diadakan menambah suasana jumatan semakin semarak.
Disamping itu juga untuk kelangsungan sholat rawatib, pengurus mengangkat Ghorim, sebagai petugas menjaga masjid sekaligus mensyaratkan mampu sebagai imam sholat berjamaah, agar kelancaran sholat berjamaah terjaga. Kemudian menyadari akan kondisi jamaah yang berasal dari berbagai latar belakang pendidikan dan memiliki cara beribadah yang beda-beda. Kebiasaan di masjid ini azan jum’at diadakan satu kali, dimana khatib naik mimbar, kemudian dikumandangkan azan. Sedangkan untuk imam sholat lima waktu. Pengurus secara struktural menunjuk beberapa orang imam sebagai orang yang dituakan. Namun tidak menutup kemungkinan siapa saja jamaah yang hadir merasa mampu menjadi imam, maka selalu ditunjuk untuk mengimami sholat. Jika tidak ada yang merasa mampu menjadi imam, maka bapak gharim masjid lah yang maju sebagai imam. Alhamdulillah sudah ada beberapa orang gharim musholla/masjid Ar-Rahman yang betah hingga kuliah sampai sarjana. Dalam praktiknya, pelaksanaan sholat berjamaah jamaah sudah terbiasa, dan dapat menerima jika terdapat perbedaan cara Imam mengimami sholat. Dalam praktik sholat berjamaah biasanya terjadi perbedaan pada :
1. Antara imam yang menyaringkan (jahar) basmalah atau tidak jahar saat membaca surah al-Fatihah. Seperti waktu sholat maghrib, Isya dan subuh.
2. Imam yang membaca qunut atau tidak, mengangkat tangan atau tidak ketika waktu sholat subuh.
3. Imam yang memimpin membaca wirid zikir bersama atau zikir sendiri-sendiri setiap selesai sholat lima waktu.
4. Jamaah yang Ikut bersalam-salaman atau tidak ikut bersalaman setiap habis sholat berjamaah.
Empat perkara inilah yang sering terjadi perbedaan.
Dalam praktiknya jamaah masjid Ar-Rahman dapat menerima perbedaan ini dengan baik, sehingga terwujud harmonisasi hubungan sesama jamaah masjid dan warga pada umumnya. Maka dalam kondisi tersebut jamaah masjid Ar-Rahman telah menerapkan prinsip moderasi beragama, yakni mampu bertoleransi dengan menghormati berbedaan dan memberi ruang orang lain untuk melaksanakan ibadat sesuai keyakinannya. Mereka menghargai karena merasa setara sebagai sama sebagai jamaah masjid. Sedangkan dalam hal urusan membangun (idarah) dan menyemarakkan (imarah) masjid mereka mampu bekerjasama. Ini merupakan salah satu indikator kemajuan moderasi beragama yang diterapkan jamaah Masjid Ar-Rahman Gading Marpoyan yang tentunya harus dapat dipertahankan.
Demikianlah sedikit cerita, yang mungkin bisa menginspirasi pembaca, Saya yakin justru lebih banyak jamaah masjid di luar sana yang telah lebih duhulu menerapkan moderasi beragama dalam menyikapi perbedaan sesama jamaah, yang sangat kita butuhkan bersama. Semoga. Allahu ‘Alam bi showab